Di Era 4.0, Guru Besar IPB: Perlu Lembaga Penyuluhan Partisipatif
Di Era 4.0, Guru Besar IPB: Perlu Lembaga Penyuluhan Partisipatif
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta—Lembaga penyuluhan partisipatif sangat dibutuhkan sebagai fungsi edukasi dan memperkuat kesiapan petani makin adaptif terhadap perubahan lingkungan strateginya, terutama era revolusi 4.0.
Guru Besar Ilmu Penyuluhan IPB University, yang juga Peneliti Senior CARE LPPM IPB, Prof Sumardjo mengatakan, agar pertanian bisa menang di era 4.0, kuncinya adalah sumberdaya manusia yaitu petani dan penyuluh. Sebagai ujung tombak dari pembangunan pertanian, penyuluh menjadi tumpuan harapan pertanian.
Pada era industri 4.0, penyuluh pertanian harus dapat ikut mempermudah dan mensinergikan interaksi hulu dan hilir dalam sistem agribisnis/agroindustri. Hal ini sejalan dengan upaya pembenahan sektor pertanian yang harus dilakukan pemerintah dan stakeholder terkait.
Utamanya, informasi dengan memanfaatkan komunikasi digital yaitu dengan mengemas pesan materi penyuluhan. Karena itu, penyuluh harus menguasai akses komunikasi digital dan mengembangkannya kepada petani secara verbal serta visual.
Menurut Sumardjo, penyuluh selain harus bisa menguasai teknologi, juga paham sistem agribisnis yaitu apa yang dibutuhkan pasar. Hal ini menjadi titik tolak bagaimana mengembangkan materi penyuluhan untuk mendampingi petani.
“Dengan demikian, apa yang dibutuhkan petani (materi penyuluhan) adalah produk yang dibutuhkan pasar. Kalau itu sudah terjadi, maka tinggal bagaimana meningkatkan daya saingnya yaitu efisien, efektif dan bermutu sesuai kebutuhan pasar,” katanya.
Sumardjo menilai, sistem penyuluhan pertanian melalui cyber extension harus mampu mengintegrasikan media komunikasi digital dan media elektronik (televisi dan radio) serta media komunikasi konvensional non digital melalui penguatan fungsi forum-forum media. “Cyber Extension dan Media Forum merupakan wujud sinergi sistem penyuluhan dan komunikasi pembangunan,” katanya.
Menurutnya, skill yang harus dikuasai penyuluh pertanian di era new normal adalah penguasaan media dan teknologi hingga kemampuan komunikasi yang efektif. “Tantangan penyuluh di era digital ini yaitu harus adaptif, timbal balik terhadap informasi dan memanfaatkannya untuk kegiatan penyuluhan, serta mengenalkan pemanfaatan trik kepada para petani,” ujarnya.
Tuntutan pada era revolusi industri 4.0 pada saat ini adalah kecepatan dan kreatifitas, digitalisasi, bioteknologi, dan efektivitas proses. Praktek budidaya dan agroindustri di bidang pertanian pada era Industri 4.0 yang kini sedang dikembangkan banyak negara maju adalah “pertanian cerdas” (smart farming atau precision agriculture).
“Tujuan utama penerapan terknologi ini adalah untuk melakukan optimasi peningkatan hasil (kualitas dan kuantitas) dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada,” ujarnya.
Sumardjo juga melihat, kondisi lahan pertanian di Indonesia sangat beragam. Petani belum sepenuhnya mengakses dan mengadopsi teknologi modern, yang lebih adaptif untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk petanian.
Proses alih teknologi adaptif juga belum meluas, sebagian bahkan masih tradisional. Selain itu keterbatasan biaya dan keterbatasan pengetahuan masih menjadi kendala laju penerapan teknologi maju sektor pertanian secara meluas.
“Dalam kondisi seperti itu, sangat dibutuhkan peran-peran pemerintah, dunia bisnis, akademisi, tokoh intelektual masyarakat untuk memberikan edukasi bagi para petani agar dapat memajukan sektor pertanian di era revolusi industri 4.0 ini,” katanya.
Sumber: https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/agri-penyuluhan/16376-Di-Era-40-Guru-Besar-IPB-Perlu-Lembaga-Penyuluhan-Partisipatif